Dua bungkus kardus berisi pakaian di depan gerbang kantor itu aku perhatikan terus, kenapa diletakkan di pinggir jalan dan siapa pemiliknya. Aku tanya ke security (linmas) yang jaga, “Aku nggak tega melihatnya, mas. Tuh, pemiliknya ada di sana.” Katanya sambil menunjuk ke arah smooking area, bilik kecil di sudut kantor. Ada pemandangan yang membuatku menghampirinya.
Dua anak kecil usia 3 dan 4 tahun tidur di lantai yang dingin, karena baru saja turun hujan sore itu dua hari yang lalu. Seorang wanita berjilbab duduk di kursi termenung, usianya 40an tahun mungkin.
“Ibu siapa?” Tanyaku.
“Saya numpang istirahat di sini pak, mampir sholat di sini.” Jawabnya.
Kuperhatikan ada sajadah yang dipakai tidur salah seorang dari anak tersebut.
“Kasihan anak2 tidur di lantai, dari perjalanan jauh ya bu?” Aku kembali bertanya.
Ia menceritakan siapa dirinya, seorang ibu 4 anak yang diterlantarkan suaminya dan 2 anak ini adalah diantaranya. Dulu ia seorang penyanyi dan pekerja salon. Sering tampil di nightclub di kota ini termasuk salah satu tempat hiburan malam paling elit, dari pengakuannya. Siang sebagai pekerja salon malamnya sebagai penyanyi. Dalam satu hari ia bisa mendapatkan uang satu juta rupiah dan ini kecil baginya. Sepertinya ia dulu pekerja seks komersial, ia sering sebut2 kata “mami” dan ketika aku tanya siapa mami jawabnya, “Eeeee, juragan saya.” jawabnya menutup2i.
Di tempat mami inilah ia kenal dengan seorang oknum polisi yang akhirnya menikahinya dan mentelantarkannya bersama anak2nya. Karena suaminya hobi main perempuan. Ia tinggalkan isterinya dan menikah dengan perempuan lain. Wanita malang ini pun menikah dengan laki2 lain, pun sama kelakuannya seperti suaminya pertama suka main dengan perempuan dan seorang yang kejam.
Waktu terus berlalu, job menyanyi pun sepi juga di salon tempat ia bekerja. Sampai puncaknya ia menjadi seorang peminta2 (pengemis), 2 anaknya yang kecil tadi selalu menemani ibunya. Ini ia lakoni demi anak-anaknya.
“Dulu saya nggak pakai jilbab, pak. Rambut saya pendek pakaian saya juga pendek. Tamu2 mami begitu beruang, sekedar pegang tangan saja mereka kasih saya uang Rp 50.000,- salon mami selalu ramai itu loh pak yang di sana [nyebut tempat].” Katanya. “Ya ya, saya tahu.” jawabku seolah2 tahu.
“Diantara karyawannya mami saya yang paling malang, pak. Yang lain masih eksis di dunia hiburan, kaya, saya sering melihat mereka melintas pakai mobil. Dan saya menghindar dari mereka ketika lewat… malu.” Katanya.
“Ibu yakin mereka bahagia? Bisa pastikan hal itu? Tidakkah 2 anak kecil yang selalu menyertai ibu ini, yang sekarang tertidur pulas, sehat badannya, ada di depan ibu ini tdk membuat anda bahagia? Bagaimana jika 2 anak ini sakit, atau tdk ada di hadapan anda… anda cemas dengan keadaannya.” Aku bertanya padanya sambil memperhatikan 2 anak yg pulas, tiba2 salah satu anak tersebut bergerak merubah posisi tidurnya dan tersingkap selimutnya. Bokong anak kecil itu kelihatan, mungkin habis ngompol belum dipakaikan celana.
“Suami saya pertama [nyebut nama & kesatuan di Mapolresta Solo], pernah menghubungi saya setelah lama meninggalkan saya. Ingin kembali lagi seperti dulu.” Kembali ia bercerita.
“Yakin… ia tidak akan meninggalkan ibu lagi sesudahnya???!!!” Tanyaku.
“Saya berharap ia berubah menjadi baik, meski hal tersebut belum ada padanya sampai sekarang.” Jawabnya ragu2.
“Bu, carilah suami yang mau menerima keadaan anda sekarang ini. Mau menerima kehadiran anak2 ini, bertanggung jawab dan ‘gemati’ (pengertian/sayang/setia). Suami pertama anda yang punya kedudukan/pangkat ternyata tdk bisa membahagiakan ibu, juga yang kedua yg kaya punya mobil lebih dari satu juga tdk bisa membahagiakan anda. InsyaAllah anda akan bahagia jika punya suami yg ‘gemati’ meski ia tdk kaya tdk juga berpangkat. Dan JANGAN NGEMIS, ini pekerjaan yg nggak baik tinggalkan.” Aku menasehatinya meski aku bukan penasehat.
“Ya, pak. Kadang saya bekerja jadi tukang cuci piring. Ada saudara yg buka warung kadang saya membantu di sana.” Jawabnya.
“Berdoalah, minta tlng kpd Allah. Dan jangan menyerah dengan keadaan insyaAllah kemudahan dari Allah ada di hadapan ibu. Harus yakin.”
Tiba2 sakuku bergetar ada panggilan tak terjawab dan satu pesan masuk dari isteriku, “Mulih opo ora???!!!” [Pulang nggak???!!!]. Ternyata ia sudah menjemputku pulang dan aku tinggalkan ibu dan 2 anaknya ini.
Komentar Terakhir